HARI DIMANA PAHLAWAN KITA BERTERIAK MENGAJAK UNTUK BANGKIT
10 November - Hari Pahlawan. Merupakan hari
yang penting dan bersejarah bagi Indonesia. Hari mengenang para Pahlawan yang
mendahului kita yang mana mereka merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.
Semoga para generasi muda tetap mengisinya dengan belajar dengan giat dan terus
berusaha meneruskan cita-cita para pahlawan kita.
Hari
pahlawan tidak hanya pada 10 November, tetapi berlangsung setiap hari dalam
hidup kita. Setiap hari kita berjuang paling tidak menjadi pahlawan untuk diri
kita sendiri dan keluarga. Artinya, kita menjadi warga yang baik dan
meningkatkan prestasi dalam kehidupan masing-masing. Kita bertanya pada diri
sendiri apakah kita rela mengorbankan diri untuk mengembangkan diri dalam
bidang kita masing-masing dan mencetak prestasi dengan cara yang adil, pantas
dan wajar. Itulah yang seharusnya disebut sebagai pahlawan sekarang, bukan
perang melawan penjajah lagi tetapi perang melawan kebodohan, kemiskinan dan
kesengsaraan. Sehingga tugas kita saat ini adalah memberi makna baru
kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman. Saat
memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, rakyat telah mengorbankan
nyawanya. Kita wajib menundukkan kepala untuk mengenang jasa-jasa mereka.
Karena itulah kita merayakan Hari Pahlawan setiap 10 November.
Mungkin,
banyak yang melupakan jasa Pahlawan Nasional dari tanah Papua, untuk sedikit mengenang jasa beliau, mari kita kenalan dengan Para Pahlawan Nasional asal dari Papua diantaranya adalah :
1.Frans Kaisepo
yang telah berjuang sejak masa-masa kemerdekaan RI. Tindakannya yang sangat
teguh menyatakan bahwa Papua merupakan bagian dari Nusantara Indonesia,
menjadikan dirinya “dipinggirkan” oleh pemerintah Belanda karena hingga setelah
proklamasi kemerdekaan Indonesia, pemerintah Belanda masih bersikukuh
menjadikan Papua sebagai wilayah koloninya.
Hingga pada
suatu ketika di tahun 1946, Frans Kaisiepo dengan lantang mengatakan “Irian
(Papua) itu merupakan bagian dari Indonesia.”
Frans
Kaisiepo lahri di Wardo, Biak, 10 Oktober 1921. Pada usia 24 tahun, ia
mengikuti Kursus Bestuur(Pamong Praja) di Hollandia (Jayapura) yang
salah stau pengajarnya adalah Soegoro Atmoprasodjo yang merupakan mantan guru
Taman Siswa (yogyakarta).
Sejak
pertemuannya dengan Soegoro Atmoprasodjo, jiwa kebangsaan Frans semakin
bertumbuh dan kian berjuang keras untuk menyatukan Irian (Papua) kedalam NKRI.
Ketika umurnya 25 tahun, Frans menggagas berdirinya Partai Indonesia Merdeka
(PIM) di Biak. Selain itu, pada usianya yang ke-25 tersebut, Frans menjadi
anggota delegasi Papua (Nederlands Nieuw Guinea) yang kala itu membahas tentang
pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT) dalam Republik Indonesia Serikat
(RIS), dimana pada saat itu Belanda memasukkan Papua dalam NIT.
Di hadapan
konferensi, Frans Kaisiepo memperkenalkan nama “Irian” sebagai pengganti nama
“Nederlands Nieuw Guinea”, yang secara historis dan politik merupakan bagian
integral dari Nusantara Indonesia (Hindia-Belanda). Jelaslah pernyataan Frans
serta merta ditolak oleh Belanda dan sejak saat itu pula Frans dipinggirkan
oleh Belanda. Selain itu, ia juga dijauhkan dari segala agenda pembicaraan
mengenai Papua yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Pada
1940-an, Frans Kaisiepo pernah menjadi Kepala Distrik d Warsa, Biak Utara dan
menjelang dekade 1940an, ia sempat mengusulkan diri agar Irian (Papua) masuk ke
dalam wilayah Karesidenan Sulawesi Utara. Beberapa waktu setelah pengusulan
itu, ia dipenjara dan diasingkan oleh Belanda. Kemudian tahun 1961, Frans
mendirikan Partai Politik Irian yang bersikap lantang menuntut penyatuan segera
Irian (Papua) ke dalam NKRI.
2.Silas
Papare berjuang membebaskan untuk menyatukannya dengan Republik Indonesia.
Berbagai usaha dilakukannya seperti, pemberontakan, mendirikan Partai
Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII), serta Badan Perjuangan Irian. Perjuangannya
akhirnya membuahkan hasil, Irian Barat merdeka dan menyatu kembali ke pangkuan
ibu pertiwi.
Pria kelahiran Serui, Irian Jaya, 18 Desember 1918 ini merupakan orang yang
berjiwa kebangsaan Indonesia yang sangat tinggi.
Setelah menyelesaikan pendidikan dari sekolah setingkat sekolah dasar dan dari
sekolah juru rawat, Silas kemudian menjadi Pegawai Pemerintah Belanda. Namun
karena jiwa ke-Indonesia-annya yang begitu tinggi, maka begitu ia mendengar
bahwa Indonesia telah merdeka, ia pun langsung mengadakan perlawanan terhadap
penjajahan Belanda.
Pada bulan Desember 1945, bersama teman-temannya berusaha mempengaruhi
pemuda-pemuda di Irian Barat yang tergabung dalam Batalyon Papua agar
melancarkan pemberontakan. Rencana itu gagal karena telah bocor duluan. Ia
kemudian ditangkap dan dipenjarakan di Jaya Pura. Setelah bebas, pemberontakan
kedua pun direncanakan kembali. Namun lagi-lagi gagal karena keburu bocor. Ia
pun kembali ditangkap dan dipindahkan ke Serui. Di Serui inilah ia kebetulan
bertemu dan berkenalan dengan Dr.Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi yang
diasingkan Belanda dari Sulawesi yang kembali dikuasai Belanda setelah
proklamasi kemerdekaan.
Selanjutnya pada bulan Nopember 1946, ia mendirikan Partai Kemerdekaan
Indonesia Irian (PKII). Karenanya, ia kembali ditangkap pemerintah Belanda dan
memindahkannya ke Biak. Dari Biak, tanpa sepengetahuan Belanda, ia melarikan
diri ke Yogyakarta. Dan pada bulan Oktober 1949, ia kemudian membentuk Badan
Perjuangan Irian yang bertujuan untuk membantu pemerintah Indonesia membebaskan
Irian Barat dari tangan Belanda sekaligus menyatukannya dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Di pihak lain, Belanda tetap berupaya mempertahankan Irian Barat sebagai daerah
kekuasaannya. Akhirnya pemerintah Indonesia sampai pada kesimpulan untuk
merebut Irian Barat walau dengan cara kekuatan senjata sekalipun.
Silas Papare yang memang sangat menginginkan cepatnya berakhir penguasaan
Belanda di tanah leluhurnya itu dengan cepat mengambil bagian dalam rencana
pemerintah RI tersebut. Bahkan rupanya jauh-jauh hari, Silas malah sudah
mempersiapkan diri akan perang terbuka ini dengan membentuk Kompi Irian di
lingkungan Mabes Angkatan Darat.
Namun pada saat akhir-akhir hendak meletusnya perang terbuka tersebut, Belanda
akhirnya bersedia berunding. Penandatangan persetujuan pun resmi di lakukan
oleh keduabelah pihak pada tanggal 15 Agustus 1962. Dalam penantanganan
Persetujuan New York itu, Silas Papare ikut terlibat sebagai anggota delegasi
RI.
Tanggal 1 Mei 1963, Irian Barat pun resmi menjadi wilayah Republik Indonesia.
Hal sesuai dengan isi persetujuan New York tersebut. Nama Irian Barat pun
kemudian diganti menjadi Irian Jaya.
Walau masa hidup Silas Papare lebih banyak terkuras pada usaha pembebasan
negerinya, namun semua jerih payahnya itu terasa terbayar sudah. Tanggal 7
Maret 1978, Silas baru kemudian meninggal dunia di tanah kelahirannya Serui.
3.Marthen
Indey dilahirkan di Doromena, Jayapura pada tanggal 16 Maret 1912. Sebelumnya,
pria yang akrab disapa Marthen ini merupakan polisi Belanda yang kemudian
berbalik mendukung Indonesia setelah bertemu dengan beberapa tahanan politik
yang diasingkan di Digul, salah satunya adalah Sugoro Atmoprasojo. Saat itu, ia
bertugas untuk menjaga para tahanan politik yang secara tidak langsung berhasil
menumbuhkan jiwa nasionalismenya dalam pertempuran melawan penjajah.
Jiwa nasionalisme Marthen memang tumbuh sangat kuat, namun beberapa upaya yang
direncanakan olehnya dan puluhan anak buahnya dalam menangkap aparat pemerintah
Belanda berulang kali gagal. Perjuangan Marthen dalam membela tanah
kelahirannya sempat gagal beberapa kali, namun hal itu tidak menyurutkan niat
dan semangat juang pria lulusan Sekolah Polisi di Sukabumi, Jawa Barat ini
menyerah dan tunduk pada musuh begitu saja.
Pada tahun 1944, sekembalinya dari pengungsian di Australia selama tiga tahun,
Marthen ditunjuk sekutu untuk melatih anggota Batalyon Papua yang nantinya akan
difungsikan sebagai tentara pelawan Jepang. Setahun berikutnya, ia diangkat
sebagai Kepala Distrik Arso Yamai dan Waris selama dua tahun. Dalam tahun-tahun
tersebut Marthen tak hanya tinggal diam, namun ia melakukan kontak terhadap
mantan para pejuang Indonesia yang pernah ditahan di Digul. Dalam kontak
tersebut, mereka merencanakan suatu pemberontakan untuk mengusir Belanda dari tanah
Cendrawasih. Namun, usaha mereka gagal begitu Belanda mencium gelagat Marthen
dan rencana mereka batal diekskusi.
Di tahun ia merangkap menjadi Kepala Distrik Arso Yamai dan Waris, tepatnya
pada tahun 1946, Marthen bergabung dengan sebuah organisasi politik bernama
Komite Indonesia Merdeka (KIM) yang kemudian dikenal dengan sebutan Partai
Indonesia Merdeka (PIM). Saat menjabat sebagai ketua, Marthen dan beberapa
kepala suku yang ada di Papua menyampaikan protesnya terhadap pemerintahan
Belanda yang berencana memisahkan wilayah Irian Barat dari wilayah kesatuan
Indonesia. Mengetahui pihaknya membelot, Belanda menangkap Marthen dan
membuinya selama tiga tahun di hulu Digul karena pasukan Belanda merasa
dikhianati oleh aksinya tersebut.
Belum berhasil merebut Irian Barat untuk disatukan kembali dengan wilayah
kesatuan Indonesia, pada tahun 1962 Marthen bergerilya untuk menyelamatkan
anggota RPKAD yang didaratkan di Papua selama masa Tri Komando Rakyat
(Trikora). Di tahun yang sama, Marthen menyampaikan Piagam Kota Baru yang
berisi mengenai keinginan kuat penduduk Papua untuk tetap setia pada wilayah
kesatuan Indonesia. Berkat piagam tersebut, Marthen dikirim ke New York untuk
melakukan perundingan dengan utusan Belanda tentang pengembalian Irian Barat
yang selama ini berada di bawah pemerintahan sementara PBB ke dalam wilayah
kesatuan Indonesia.
Akhirnya, dalam perundingan tersebut, Irian Barat resmi bergabung dengan
wilayah kesatuan Indonesia dan berganti nama menjadi Irian Jaya. Berkat
jasanya, Marthen diangkat sebagai anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara) sejak tahun 1963 hingga 1968. Tak hanya itu, ia juga diangkat
sebagai kontrolir diperbantukan pada Residen Jayapura dan berpangkat Mayor
Tituler selama dua puluh tahun.
Marthen meninggal pada usia 74 tahun tepatnya pada tanggal 17 Juli 1986. Berkat
jasanya terhadap negara, Marthen mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada
tanggal 14 September 1993.
Bagaimana jadinya sebuah negara tanpa pahlawan.
akankah indonesia mampu untuk merdeka tanpa adanya pahlawan?, jika sebuah
negeri tak memiliki tokoh seperti pahlawan maka negeri itu adalah negeri yang
miskin dari harga diri. dan bahkan tergolong negeri kelas teri.
Pahlawan telah memberikan kita inspirasi untuk tetap berjuang membela negeri
dan tanah air. tanggal 10 november adalah hari pahlawan, bangkitlah wahai
pemuda tularkan semangat para pahlawan pada dirimu untuk tetap berjuang. sampai
dengan hari ini ibu pertiwi masih menangis dan bersedih.
siapakah yang sebenarnya menjadi musuh bangsa ini? Musuh besar kita tak lain
dan tak bukan adalah korupsi, kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan.
Itulah sejumlah masalah utama yang dihadapi negeri ini sekarang.
jadi pantaskah indonesia hari ini disebut sebagai negara yang merdeka? korupsi
semakin merajalela, seolah-olah para penguasa negeri ini berlomba-lomba mengais
uang rakyat. Jumlah orang miskin juga seperti tak ada habis-habisnya, padahal
sudah banyak sekali pembangunan dilakukan dimana-mana. apakah pemerintah sudah
tidak peduli lagi dengan rakyat miskin?
Memperingati Hari Pahlawan merupakan saat yang tepat untuk mengevaluasi ulang
pemahaman kita akan arti pahlawan. Jika tidak, ia hanya akan menjadi seremoni
tampa makna, tak membuat perubahan apa pun bagi negara. Negara seperti
dibiarkan berjalan menuju bibir jurang.
Menghadapi situasi seperti sekarang kita berharap muncul banyak pahlawan dalam
segala bidang kehidupan. Dalam konteks ini kita dapat mengisi makna Hari
Pahlawan yang kita peringati setiap tahun pada 10 November, termasuk pada hari
ini. Bangsa ini sedang membutuhkan banyak pahlawan, pahlawan untuk mewujudkan
Indonesia yang damai, Indonesia yang adil dan demokratis, dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
wahai pemuda, negeri ini menunggu kiprahmu untuk menjadi seorang pahlawan.