widget

Rabu, 26 Maret 2014

TAK ADA SETITIK ALASANPUN UNTUK MEMISAHKAN NUSANTARA




Indonesia, Adalah bangsa yang memiliki suku budaya yang beragam dan yang membuatnya menjadi satu kesatuan tak terpisahkan sejak dulu hingga sekarang dan bahkan seterusnya. tidak sedikit Negara asing yang melirik sumber kekayaan hayati yang melimpah dan terdapat di setiap belahan nusantara Indonesia, mulai dari ujung barat aceh yang terkenal dengan hasil pertaniannya yang luar biasa seperti sebagian besar wilayah Jawa, Sumatra,Sulawesi dan pulau lainnya di Indonesia, namun tidak berhenti disitu saja, ada potensi terpendam yang di minati oleh hampir seluruh Negara dibelahan dunia yaitu potensi tambangya yang terdapat di daerah Meulaboh Nangroe Aceh Darussalam (NAD) salah satunya tambang batu bara, minyak bumi dan gas (Migas).begitu pula halnya dengan potensi-potensi alam yang terdapat di belahan Indonesia lainnya terlebih khususnya di Papua dengan julukannya “Surga Kecil yang turun ke Bumi”.

Sedari dulu Indonesia adalah Negara yang menjadi incaran penjahat  internasional yang ingin memiliki dan menguasai seluruh potensi dan kekayaan yang terpendam di setiap bagian wilayah Indonesia yang terhampar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote. Hingga pada akhirnya berbagai carapun dilakukan seperti memanipulasi kondisi serta memutar balikkan sejarah untuk melancarkan politik adu domba di Indonesia seperti pembentukan gerakan yang seolah-olah memperjuangkan kebebasan namun tanpa tujuan yang kongkrit dan masuk akal. Dengan harapan Indonesia terpecah belah dan dapat dengan mudah dikuasai. Sejarah mengatakan gerakan-gerakan yang berkedok pembebasan suatu daerah itu semua adalah bentukan Belanda dan  negara barat yang ingin merebut kekayaan di Indonesia seperti Gerakan Aceh Merdeka, Republik Maluku Selatan, Organisasi Papua Merdeka dan masih banyak lagi.

Indikasi:

GAM Bentukan Swedia
Hasan Tiro mendapatkan propaganda politik dan didanai untuk mendukung perpecahan Aceh dari Indonesia.

Dari bahasa alamat websitenya saja .nl (NetherLand/Belanda)

Baca juga



Dari sekian banyak sejarah Papua, erat keterkaitannya dengan Belanda terutama dalam proses pengembalian Irian barat seperti yang sebelumnya telah di publish oleh redaksi kami tentang :

Dan baru-baru ini juga yang masih hangat di telinga yaitu tentang sidang PBB di Jeneva tentang sebuah pernyataan dari Perdana Menteri Vanuatu yang mengangkat Isu Hak Asasi Manusia(HAM) di Papua yang tak berdasar dan masih banyak lagi upaya-upaya negara asing lainnya untuk menguasai kekayaan alam di Indonesia khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Namun disamping itu semua kesadaran Pemuda Indonesia untuk menjadi satu kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah tumbuh sejak dahulu sejak masa perjuangan kemerdekaan Indonesia dan dikukuhkan dalam peristiwa sejarah SumpahPemuda 28 Oktober 1928 yang juga diikuti oleh pemuda asal Papua hal ini menunjukkan bahwa seluruh Pemuda Indonesia berikrar untuk tetap tegaknya kemanunggalan rakyat di seluruh penjuru Indonesia.

Pada Intinya Pemuda dan generasi muda Papua sangat berperan penting dalam mempertahankan kedaulatan NKRI dari rong-rongan dan campur tangan negara lain yang pada akhirnya hanya akan menyengsarakan rakyat.  *red_http

Minggu, 23 Maret 2014

Papua Indonesia – PBB – Vanuatu dan Akal bulusnya

Vanuatu- Perdana Menteri Negara Kecil Nakal yang menjual isu politik tentang Papua di mata PBB hanya demi popularitas pribadi semata
Moana
 Negara kecil yang terbentuk dari 83 rangkaian pulau di Samudra Pasifik bagian selatan. Vanuatu terletak di sebelah timur Australia, timur laut Kaledonia Baru, barat Fiji dan selatan Kepulauan Solomon. namun dua di antaranya — Matthew dan Hunter — diklaim oleh Kaledonia Baru. Sehingga sangat berkemungkinan jika perdana mentrinya menghalalkan segala cara demi mencari popularitas negara yang pernah dijuluki New Hebrides ini.


Setelah (Perserikatan Bangsa Bangsa) PBB mencap (Perdana Menteri) PM Vanuatu sebagai Pihak penjilat karena pernyataannya yang asal-asalan tentang Papua Selasa kemarin, 4 Maret 2014.
Sidang PBB Jenewa
 Begitupun dengan kondisi Negaranya saat ini yang sempat kacau balau karena kekonyolan Perdana menterinya ini, Gejolak politik yang terjadi di negara tetangga kita Vanuatu akibat gerakan mosi tidak percaya dari mayoritas anggota parlemen terhadap PM Vanuatu, Moana Carcasses Kalosil kabarnya sudah reda. Tetapi tidak ada yang bisa menjamin berapa lama situasi politik Vanuatu stabil. Karena selama lima tahun terakhir (sejak 2008) Vanuatu sudah sembilan kali berganti pemerintahan.


Parlemen Vanuatu pekan lalu  gagal menggelar sidang untuk memutuskan mosi tidak percaya kepada Carcasses karena sidang tidak memenuhi quorum.   Carcasses berhasil memboikot parlemen, padahal komposisi parlemen yang beranggotakan 52 orang itu, mayoritas diisi kelompok opisisi (27 anggota), sementara kelompok pendukung pemerintah (koalisi) 25 anggota. Langkah yang ditempuh Carcasses adalah menawarkan tiga kursi menteri kepada kelompok oposisi untuk menggantikan tiga anggota kabinetnya yang mengundurkan diri dan bergabung dalam gerakan mosi tidak percaya kepada Carcasses. Tawaran yang menggiurkan itulah yang kemudian memaksa parlemen menunda sidang pada  Kamis, (27/2/2014) dan Carcasses akhirnya lolos dari lubang jarum. http://www.islandsbusiness.com/news/vanuatu/4725/vanuatu-pm-convincing-opposition-against-motion-of/

Dari keterkaitan RAS yang mendominasi negara tersebut, maka Perdana menteri Vanuatu Moana Carcasses Katokai Kalosil memanfaatkan hal tersebut dengan sebanyak-banyaknya mencari dukungan dan mencari dukungan dan merebut hati Ras Melanesia yang tersebar di negara sekitarnya, termasuk juga yang sekarang gencar dia lakukan saat ini tentang tuduhan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) :
dan banyak lagi..


            Namun yang terjadi adalah PM Vanuatu bahkan tak dianggap ada oleh anggota Melanesian Spearhead Group (MSG) lainnya, hal ini di dasarkan dari kunjungan MSG ke Indonesia beberapa waktu lalu, Para menteri luar negeri dari Fiji, Papua New Guinea (PNG) dan Kepulauan Solomon, wakil dari Kanak dan Sosialis Front Pembebasan Nasional (FLNKS), dan wakil tinggi dari MSG mengunjungi Jakarta, Jayapura, Papua dan Ambon, Maluku, pada 12-15 Januari untuk bertemu dengan berbagai pejabat dan kepribadian di negara ini. Mereka berada di bawah naungan MSG, “tanpa salah satu anggotanya, Vanuatu, yang ditarik keluar pada menit terakhir”.

Kunjungan MSG ke Indonesia
Bahkan setelah mencermati dan mematau perkembangan di Papua dan Papua Barat. Kunjungannya sebagai bukti bahwa telah mengunjungi Papua dan memperoleh kesimpulan, TIDAK ADA PELANGGARAN HAM DI PAPUA, BAHKAN MSG MENDUKUNG INTEGRASI PAPUA DALAM NKRI. Oleh karena itu, pernyataan Juru Bicara WPNCL, Jonah Wenda sebenarnya hanya sebuah agitasi dan propaganda, bahwa OPM didukung oleh berbagai organisasi dan negara-negara Melanesia di kawasan Pasifik Selatan.


maka seperti yang di ketahui bersama bahwa negara-negara MSG selalu mendukung kedaulatan NKRI di kancah internasional dan dengan demikian dapat kita sipulkan bahwa Vanuatu adalah negara yang tersisih dari saudaranya karena ambisi politik ingin mendapatkan dukungan guna melawan kelompok oposisi di negaranya sendiri. *(Red.MT)

Sabtu, 22 Maret 2014

Ko Kocok dulu..





Ada pace satu nama Tabuni sakit perut dan buang2 air,trus de pi ke dokter. Setelah dokter periksa,dokter langsung kase obat.

Dokter :" ini saya kasih obat sirup,diminum 3 X sehari 1 sendok makan sampe habis..tapi sebelum di minum kocok dulu.."
Lima hari kemudian karna belum sembuh dan obat habis tabuni datang ke dokter lagi.

Dokter :" bagai mana ada per kembangan..apa sdh agak baikan..?"
Tabuni :" sdh agak baikan bapa dokter trus obatnya sdh habis..
Dokter :" baiklah sy akan kasih lagi obat yg sama..satu dua hari pasti sdh sembuh.."
Tabuni :" dokter kalo bisa kasih obat yg lain saja..!"
Dokter :"lho obat itu kan bagus ,bapak sdh agak baikan setelah meminumnya.."
Tabuni :" pak dokter untuk minum obat ni sa tra masalah..tapi "KOCOK" nya ini yg sa tra kuat..!"
Dokter :"bah ko kocok botol obat tu..bukan kocok ko pung ular bisa..!!!"
Hahahaee ...‪#‎dokter‬ langsung telan obat pusing

TAKE ME OUT INDONESIA

ada pace satu de pu nama Pilemon su 5 (Lima) tahun jomblo ini, hampir mirip seperti pemilu. jadi hari libur begini de pi Jakarta cari jodoh di studio indosiar..
Pace Pilemon ikut audisi Take me Out

Coky : Pria yang satu ini datang dari Timur Indonesia.sudah bekerja, punya rumah sendiri dan mari kita sambut..............PI LE MON....!!!!!
Coky : Ladys.....tunjukan pesonamu...!
Coky : ok Bro...bisa langsung aja...!
Pilemon : ok baik.nama saya pilemon, z dating dari Papua,tujuan saya hanya satu tuk mencari pasangan hidup yang benar-benar bisa membantu za "TOKOK SAGU,JUAL PINANG dan PAPEDA BUNGKUS dipasar mama-mama.
Bukan Ladys2 dong punya lampu yang padam tapi satu Indosiar padam. #pelaay_pacee

Kamis, 20 Maret 2014

Papua Dalam Cinta Mp3

Kamu bisa Dapatkan Lagunya di link berikut :
Pay feat Soa-soa : Papua Dalam Cinta

Papua : Satukan Indonesia dari sini

Dedikasi lagu hasil karya pemuda Papua yang menggambarkan kekayaan alam dan kekuatan persatuan  Nusantara meski beragam budaya. "Satukan Indonesia dalam Cinta" itulah pesan yang begitu kuat yang disampaikan oleh lagu milik Pay - Papua Dalam Cinta (feat. Soa Soa) ini.


Makin Bangga dengan IndONEsia

Selasa, 18 Maret 2014

Benarkah di Indonesia Ada Genosida di Papua?

ilustrasi
Indonesia baru saja habis dicerca dalam forum Sidang tahunan Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss (4/3/2014) pekan lalu. Adalah Perdana Menteri vanuatu, Moana Carcasses Kalosil yang menggugat Indonesia atas pelanggaran HAM berat di Papua yang terjadi sejak 1969. Carcasses meminta PBB segera mengirim wakil khusus untuk melakukan investigasi masalah HAM di Papua.

Pidato Carcasses di forum PBB itu mestinya bisa membuka mata kita melihat secara obyektif sekaligus mampu membaca kepentingan terselubung di dalamnya. Karena apa yang disuarakan PM Vanuatu itu sekaligus melakukan amplifikasi terhadap internasionalisasi isu Papua.

Jauh sebelum Carcasses berdiri di mimbar sidang tahunan Dewan HAM PBB, isu pelanggaran HAM berat di Papua sudah menjadi tema klasik para pegiat internasionalisasi isu papua. Bahkan lebih dari itu, mereka bilang ‘telah terjadi genosida’ di Papua, atau pemusnahan etnis secara sistematis oleh penguasa. Mungkin sebagian dari kita akan bergumam: wah, kejam benar pemerintah Indonesia.

Persoalannya, pemusnahan etnis itu faktanya mana? Kalau hanya satu dua orang yang terbunuh, itu bukan genosida, tetapi suatu insiden karena berbagai alasan. Alasan utamanya karena masih ada segelintir orang Papua yang meyakini bahwa daerahnya telah dimerdekakan oleh Belanda tahun 1961. Dan bahwa plebisit (PEPERA 1969) itu tidak sah karena menggunakan sistem perwakilan, sehingga Papua bukannya berintegrasi tetapi dianeksasi, dan seterusnya. Para akademisi yang paham hukum tata negara dan beberapa tokoh gereja pun ikut-ikutan mengipas dengan argumen-argumen konyol seperti, menuntut merdeka itu hak, bukan makar, dan bahwa referendum bisa diulang, menghukum pelaku kriminal melanggar HAM dsb.

Suasana seperti ini memang sengaja dipelihara. Dan isu genosida itu memang sengaja terus ‘dijaga’ oleh kelompok pendukung Papua merdeka untuk menyudutkan Pemerintah Indonesia di mata dunia internasional.

Genosida multi-versi

Mari kita simak pernyataan Forkorus Yaboisembut (Ketua Dewan Adat Papua) yang saat ini sedang menjalani hukuman di Penjara Abepura Papua, akibat tindakan makar yang dilakukannya tiga tahun silam, yaitu mendeklarasikan berdirinya ‘negara papua barat’ dalam forum yang ia sebut kongres rakyat papua di lapangan zakeus, Abepura, Papua.

“Secara definisi mungkin Orang Asli Papua (OAP) belum bisa dikatakan mengalami genodisida, tetapi sesunguhnya OAP sedang menuju kearah sana” kata Forkorus awal Maret dua tahun lalu, sebagaimana dilansir tabloidjubi.com .

Dalam logika Forkorus, pertumbuhan populasi penduduk OAP sama sekali tidak mengalami perubahan, jika  dibandingkan Negara Papua New Guinea. Tahun 1969 ketika bangsa Papua diintegrasikan ke dalam Indonesia, jumlah populasi OAP sekitar 800 ratus sekian ribu jiwa. Sedangkan PNG berkisar 9 ratus ribu jiwa. Dia juga mengaku,  saat ini pertumbuhan penduduk asli PNG sudah berkisar 7,7 juta jiwa, sementara jumlah OAP masih berada pada angka 1, 8 juta jiwa.

Menurut Forkorus, mestinya populasi OAP saat ini sekitar 6 juta jiwa jika tidak terjadi proses pemusnahan etnis atau genosida (Jubi, 15 Oktober 2012).

Jika kita tidak membaca secara kritis pernyataan Forkorus di atas, kita akan spontan mengamini tudingan Forkorus, bahwa benar telah terjadi genosida.

Coba simak juga tulisan Selphius Bobii yangsama-sama satu penjara dengan forkorus saat ini. Dalam artikel berjudul ”Etnis Bangsa Papua Sedang Musnah” http://keadilandipapua.blogspot.com/2013/03/etnis-bangsa-papua-sedang-musnah_25.html Bobii menulis :

Dari data-data di atas, tulis Bobii, saya menyimpulkan bahwa di Tanah Papua sedang terjadi proses pemusnahan etnis Papua secara merangkak perlahan-perlahan tetapi pasti (slow motion genocide).

Senada dengan Forkorus dan Bobii, tahun 2010 seorang Akademisi asal Australia, Jim Elmslie mengeluarkan data yang katanya hasil penelitian tahun 2010. Dalam laporan berjudul “West Papuan Demographic Transition and the 2010 Indonesian Census: “Slow Motion Genocide” or not?” yang diterbitkan oleh University of Sydney, Centre for Peace and Conflict Studies pada tahun 2006 memperkirakan jumlah penduduk asli Papua di Propinsi Papua dan Papua Barat hingga akhir tahun 2010 akan mencapai 3,612,856.

Dalam laporan itu dirincikan bahwa jumlah penduduk asli Papua pada tahun 1971 sebanyak 887,000 dan tahun 2000 meningkat menjadi 1,505,405. Artinya pertumbuhan penduduk pertahunnya 1,84 persen. Sementara itu jumlah penduduk non Papua tahun 1971 sebanyak 36,000 dan tahun 2000 meningkat menjadi 708,425. Jadi presentase pertumbuhan penduduk non asli Papua pertahunnya 10.82 persen.

Dengan asumsi pertambuhan penduduk per tahun 1,84%, ia memprediksi pada akhir tahun 2010 jumlah penduduk asli Papua mencapai 1,760,557. http://gereja.tumblr.com/post/24663879014/mohon-doa-penduduk-asli-tanah-papua-terancam-punah

Bandingkan dengan data hasil Sensus BPS

Angka-angka yang ditampilkan oleh Emslie di atas, memang mendekati angka statistik BPS. Jumlah penduduk Papua tahun 1971 versi BPS adalah 923.440 jiwa. Hasil sensus penduduk tahun 2000 tercatat 2.220.934 jiwa. Sepuluh tahun kemudian, sensus 2010 berjumlah 2.833.381 (di Papua) dan di Papua Barat 760.422 jiwa. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=12

Meraukepos.com menyebutkan, dari 2.833.381 penduduk Provinsi Papua tersebut, terdapat 674.063 warga non papua (pendatang), sedangkan warga asli Papua sebanyak 2.159.318 jiwa.http://www.meraukepos.com/2011/03/distribusi-penduduk-papua-belum-merata.html

Berarti terjadi pertambahan penduduk asli Papua dalam 40 tahun (thn 1971 – s.d 2010) sekitar 1,2 juta jiwa (lebih dari dua kali lipat).

Bandingkan dengan provinsi dan negara tetangga

Hasil penelusuran saya di beberapa situs resmi, jumlah penduduk PNG tahun 2012/2013 adalah 6.310.129. Tahun 2000 menurut sumber yang sama, jumlah penduduk PNG adalah 5.190.783 jiwa. Berarti dalam 12 tahun itu pertambahan penduduknya sekitar 1,2 juta jiwa. (sumber : http://countrymeters.info/en/Papua_New_Guinea/ dan http://id.wikipedia.org/wiki/Papua_Nugini#Demografi dan http://www.statistik.ptkpt.net/_a.php?_a=area&info1=6 )
Pertanyaan kritis yang bisa kita layangkan terhadap pernyataan Forkorus dan Selphius Bobii adalah, benarkan penduduk PNG tahun 1971 itu berjumlah 900 ribu jiwa? Dari mana angka itu? Mana ada sebuah wilayah yang penduduknya tidak sampai satu juta jiwa bisa menghasilkan pertambahan penduduk rata-rata satu juta jiwa per 10 tahun?

Coba bandingkan dengan Provinsi Sumatera Utara. Sensus penduduk tahun 1971 berjumlah 6.621.831 jiwa. Sensus penduduk thn 2010 berjumlah 12.982.204. Demikian juga di Nusa Tenggara Barat (NTB), tahun 1971 berjumlah 2.203.465 menjadi 4.500.212 pada tahun 2010. Artinya setelah 40 tahun, jumlah penduduknya baru bertambah dua kali lipat. Tetapi untuk PNG, dalam 40 tahun bertambah 6 kali lipat? (sumber: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=12)

Bandingkan juga dengan Vanuatu, tahun 2004 tercatat 202.609 jiwa dan tahun 2013 menjadi 252.605 jiwa. Berarti dalam 9 tahun penduduk Vanuatu bertambah sekitar 50 ribu jiwa. http://countrymeters.info/en/Vanuatu/. Artinya setelah 40 tahun atau tahun 2044 penduduk Vanuatu baru bisa mencapai 500 ribu jiwa (dua kali lipat dari 2004).

Demikian juga di Negara Kaledonia Baru berdasarkan sensus penduduk tahun 2004 berjumlah 230.789 jiwa. Tahun 2013 berjumlah 263.047 jiwa http://countrymeters.info/en/New_Caledonia/ Berarti dalam 9 tahun pertambahan penduduknya sekitar 33 ribu jiwa.

Jumlah penduduk Fiji menurut sensus tahun 2007 tercatat 837.271 jiwa (http://www.statsfiji.gov.fj/) dan Tahun 2012/2013 berjumlah 890.057 jiwa (http://statistik.ptkpt.net/_a.php?_a=area&info1=6). Berarti selama 5 tahun penduduk Fiji hanya bertambah sekitar 50-an ribu jiwa atau 100 ribu jiwa dalam 10 tahun. Jumlah penduduk Fiji saat ini, nyaris sama dengan jumlah penduduk PNG 40 tahun lalu (versi Forkorus dan Bobii). Dalam 40 tahun ke depan (dengan ratio pertambahan  100 ribu sampai 150 ribu penduduk per 10 tahun) penduduk Fiji paling banyak mencapai 2,5 juta jiwa. Padahal di negara ini  tidak ada genosida. Demikianpun di Vanuatu, PNG dan Sumut serta NTB.

Saya sengaja memilih beberapa negara saja yang kebetulan negara rumpun Melanesia (anggota MSG) yang secara geografis berada di Pasifik Selatan atau tak jauh dari Papua. Jika tahun 1971 penduduk asli Papua berjumlah 887.000 (versi Forkorus dan Bobii) dan sensus 2010 jumlah penduduk asli Papua 2.159.318 jiwa, berarti dalam tempo 40 tahun jumlah OAP telah bertambah hampir 2,5 kali lipat. Ratio itu bahkan melebihi pertambahan penduduk di  Fiji, Vanuatu dan PNG.

Genosida?

Menilik angka-angka yang ditampilkan di atas, tidak tampak adanya keanehan dalam hal pertumbuhan penduduk, baik di Papua maupun di negara tetangganya Vanuatu, Fiji, Kaledonia Baru, bahkan juga di dalam negeri sendiri seperti di NTB dan Sumut. Semuanya tampak wajar dan alamiah. Menjadi persoalan besar ketika obyek yang dijadikan perbandingan (penduduk PNG tahun 1971) dipatok hanya 900 ribu jiwa. Sekali lagi, dari mana angka itu?

Apakah di masa penjajahan, PNG sudah melakukan sensus? Karena PNG baru memiliki pemerintahan sendiri pada 1 Desember 1973 dan baru merdeka 16 September 1975 atas ‘restu’ Ratu Inggris. Apakah ada negara penjajah kala itu yang berbaik hati melakukan sensun penduduk untuk mengetahui jumlah warga pribumi?

Asumsi saya, dengan menggunakan ratio:  ‘setiap 40 tahun terjadi pertambahan penduduk dua kali lipat’, maka penduduk PNG tahun 1971 = jumlah penduduk saat ini dibagi dua. Yaitu 6.310.129 : 2. Maka Jumlah Penduduk PNG tahun 1971 tidak kurang dari 3 Juta jiwa, bukan 900 ribu jiwa seperti klaim Forkorus dan Selphius Bobii.

Semoga kita tidak tertipu oleh kampanye-kampanye murahan para pendukung Papua merdeka. [***]

sumber : http://zonadamai.com/2014/03/17/benarkah-di-indonesia-ada-genosida/

 
Design by Muhai Tabuni | Bloggerized by Muhay Tabuni - Pemuda Papua Blogger Themes | Muda Merdeka Papua Indonesia management