widget

Rabu, 11 Desember 2013

BEM UNCEN : Waspadai Provokasi KNPB

Masih Hangat di Hati kita tentang Peningkatan dan percepatan pembangunan di Prov. Papua dan Papua Barat yang terus diupayakan Pemerintah Pusat baik dengan kebijakan Otsusnya, UP4B dan rencana UU Pemerintahan Papua (Otsus plus). Hal tersebut menandakan bahwa Pemerintah sangat serius menyelesaikan permasalahan Papua, namun masih ada beberapa elemen masyarakat maupun Mahasiswa yang belum paham tentang kebijakan-kebijakan peningkatan kesejahteraan dan pembangunan Papua.
Rencana dikeluarkannya UU Pemerintahan Papua atau disebut sebagai Otsus plus mendapat resistensi oleh beberapa kalangan di Papua. Gerakan Mahasiswa Papua Pemuda dan Rakyat Papua (Gempar) yang mengklaim dari berbagai elemen mahasiswa diantaranya Badan Esekutif Mahasiswa (BEM) STIE Port Numbay, Stikom, Umel Mandiri, STT GKI, Fisip Uncen, Uncen, UOG, UST, HMF Fak-Fak melakukan pememalangan gerbang Utama kampus tanggal 6 November 2013.
Pemalangan itu dilakukan karena mahasiswa menilai oknum maupun lembaga pendidikan Universitas Cendrawasih (UNCEN) terlibat dalam pembunuhan sistematis terhadap rakyat Papua. UNCEN terlibat secara tidak langsung melalui persiapan dan sosialisasi draft Otonomi Khusus dan Otonomi Khusus Plus.

Aksi pemalangan tersebut mengakibatkan kegiatan kampus terhenti dan beberapa mahasiswa merasa dirugikan. Salah satu mahasiswa Uncen, Fransciskus menyampaikan sebaiknya teman-teman mahasiswa tidak demonstrasi masalah politik dan melakukan pemalangan di kampus, karena akan menghambat proses belajar mengajar dan sangat merugikan mahasiswa sendiri.
Sehari setelah aksi pemalangan, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Cenderawasih (BEM Uncen) Paulus Numberi, mengatakan, pihaknya tidak sepaham dengan aksi-aksi pemalangan kampus yang dilakukan oleh oknum mahasiswa selama beberapa waktu ini.
“Saya sebagai Ketua BEM Uncen tidak mendukung aksi pemalangan kampus karena bagi saya, hal ini merugikan aktivitas kampus,” kata Paulus ke wartawan, saat jumpa pers di Prima Garden Cafe di Abepura, Kota Jayapura, Papua, Kamis (7/11).
Menurut Paulus, bila ada teman-teman BEM Uncen yang ingin melakukan aksi ini sebenarnya pihaknya harus tahu, tapi sampai saat ini dirinya tidak tahu tentang aksi ini. “Sebagai mahasiswa yang intelek, saya ingin supaya dalam menyampaikan aspirasi dengan cara yang baik-baik, tidak dengan cara demo seperti yang sekarang dilakukan teman-teman GempaR yang berdampak pada lumpuhnya aktivitas kampus sekarang. Dan kami tak tergabung dalam kegiatan ini,” katanya.
“Saya tidak mau mereka dikatakan seluruh mahasiswa Uncen, mereka adalah oknum. Karena mereka-mereka ini bukan bertindak atas dasar aspirasi seluruh mahasiswa Uncen, hanya bertindak demi kepentingan sekelompok orang, segelintir mahasiswa dan mungkin saja ini hanya kepentingan-kepentingan luar yang dibawa oleh mereka dan mengorbankan mahasiswa yang lain,” kata Wakil Presiden BEM Uncen, Alberth Prawar.

Di tempat yang sama, Sekertaris Umum BEM Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Uncen, Fred Reinhard Awom juga mengatakan hal yang sama. Pihaknya dan beberapa petinggi BEM fakultas tak mendukung kegiatan ini. Sebenarnya, pihaknya dapat melakukan dalam hal-hal yang baik seperti membentuk forum untuk diskusi agar tidak merugikan pihak lain. “Kami dari BEM FKIP Uncen tidak sepaham dengan aksi-aksi yang dilakukan oleh teman-teman gabungan BEM yang ada di Kota Jayapura beberapa waktu ini,”.
Pernyataan ketua BEM Uncen dan Sekretaris Umum BEM FKIP menandakan bahwa apa yang disampaikan oleh Kordinator Gempar, Yason Ngelia yang merupakan mahasiswa Uncen tidaklah benar. Fred Reinhard Awom menegaskan, Yason Ngelia bukan anggota BEM Uncen, jadi di keliru jika BEM Uncen ikut bergabung dengan Gempar. “ada pihak-pihak dari luar kampus yang sengaja memanfaatkan mahasiswa Uncen untuk memperkeruh situasi Papua”.
Sebelumnya, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam GempaR ditahan aparat Kepolisian Resort Kota (Polresta) Jayapura pada saat melakukan demonstrasi menolak kebijakan Otsus Plus yang akan diterapkan di Papua. Mereka ditangkap saat berorasi di halaman Kantor Majelis Rakyat Papua (MRP), di Kotaraja, Kota Jayapura, Papua, Kamis (7/11). Dalam keterangannya, Kabid Humas Polda Papua, AKBP Sulistyo Pudjo Hartono mengatakan Aksi mereka ini mengakibatkan banyak mahasiswa yang tidak melaksanakan aktivitas kuliah, maupun para pekerja di Kampus Uncen, itu dari pagi hingga sore menjelang malam, kemudian mereka melakukan aksi di Kantor MRP, padahal pihak Polda belum meterbitkan STTP, sehingga kami amankan karena telah mengganggu ketertiban umum.
Beberapa mahasiswa Uncen juga memberikan pernyataan bahwa aksi pemalangan di Kampus Uncen dan aksi Tolak Otsus plus merupakan ulang pihak-pihak di luar kampus, bahkan beberapa aktivis gempar berkomunikasi dengan Komite Nasional Papua Barat. Salah satu mahasiswi Uncen yang tidak mau disebutkan namanya menyampaikan bahwa aksi pemalangan inisiatornya adalah aktivis KNPB yang sengaja memperkeruh sitiasi kampus, karena kampus dianggap sebagai kaki tangan NKRI. “sebaikanya mahasiswa fokus belajar dan membangun Papua” tegasnya.

Misool, pesona selatan Raja Ampat

Kab. Raja Ampat Papua Indonesia
Raja Ampat Pulau dengan seribu keindahan. Pemkab Raja Ampat selaku penyelenggara ‘Festival Bahari Raja Ampat‘ yang dipusatkan Wasai, ibu kota Kabupaten Raja Ampat yang terletak di pulau paling besar, Waigeo. Ini memang lebih pada kegiatan seremonial yang dibuka Bupati. Tak ada yang salah sekalian menikmati acara acara hiburan, tari dan aneka ragam makanan dari suku suku yang tersebar di kepulauan Raja Ampat. Ini memang bisa digambarkan sebagai mini Indonesia, karena keragaman suku, agama, dan bahasa. Bagian selatan kepulauan yang dipengaruhi Islam dan Utara yang Kristen. Bahkan salah satu atraksi dari masyarakat setempat, ditampilkan Reog Ponorogo ! Usut punya usut ternyata banyak pendatang asal Trenggalek Jawa timur yang merantau ke Sorong dan tinggal sebagai pekerja di Pulau Waigeo.

Sejak pemekaran Kepulauan Raja Ampat menjadi kabupaten, Wasai dibangun dari sebuah desa kecil di hutan belantara di Pulau Waigeo. Mau tidak mau, hutan lindung di babat untuk membelah pulau. Ketika saya disana, jalanan lebar hot mix sedang dibangun untuk menghubungkan pelabuhan baru. Demikian pula gedung gedung pemerintahan, dan hotel hotel bermunculan.
Satu yang membuat saya risau. Semoga aspek modernitas ini tidak menggerus alam dan ekosistem bahari. Bukankah ini yang membuat Raja Ampat menjadi icon bahari di Indonesia .

Berdasarkan sejarah, di Kepulauan Raja Ampat terdapat empat kerajaan tradisional, masing-masing adalah kerajaan Waigeo, dengan pusat kekuasaannya di Wewayai, pulau Waigeo; kerajaan Salawati, dengan pusat kekuasaan di Samate, pulau Salawati Utara; kerajaan Sailolof dengan pusat kekuasaan di Sailolof, pulau Salawati Selatan, dan kerajaan Misol, dengan pusat kekuasaan di Lilinta, pulau Misol.
Penguasa Kerajaan Lilinta/Misol (sejak abad ke-16 bawahan kerajaan Bacan):
  • Abd al-Majid {1872-1904)
  • Jamal ad-Din (1904-1945)
  • Bahar ad-Din Dekamboe (1945 -1972 )
Penguasa Kerajaan Waigama (sejak abad ke-16 bawahan kerajaan Bacan):
  • Abd ar-Rahman (1872-1891)
  • Hasan (1891/1900-1916)
  • Syams ad-Din Tafalas (1916-1953)
Penguasa Kerajaan Salawati (sejak abad ke-16 bawahan Kesultanan Ternate):
  • Abd al-Kasim (1873-1890)
  • Muhammad Amin (1900-1918)
  • Bahar ad-Din Arfan (1918-1935)
  • Abu’l-Kasim Arfan (1935-?)
Penguasa Kerajaan Waigeo (sejak abad ke-16 bawahan Kesultanan Ternate):
  • Gandżun (1900-1918)

Kehidupan hayati dan biota laut Raja Ampat paling kaya dan beranekaragam dari seluruh area taman laut di wilayah segitiga koral dunia, Philipina – Indonesia – Papua Nuigini. Segitiga coral ini merupakan jantung kekayaan terumbu karang dunia yang dilindungi dan ditetapkan berdasarkan konservasi perlindungan alam Internasional. Dari Wasai mari kita lanjutkan perjalanan yang sesungguhnya menuju Misool, sebuah pulau besar dengan beberapa pulau pulau kecil yang berserakan di sekelilingnya. Kepulauan Raja Ampat terletak di barat laut kepala burung Pulau Papua, dengan kurang lebih 1500 pulau kecil dan atoll serta 4 pulau besar yang utama, yakni Misol, Salawati, Bantata dan Waigeo. Luas area ini kurang lebih 4 juta hektar persegi darat dan lautan – termasuk sebagian teluk Cendrawasih – membuatnya sebagai taman laut terbesar di Indonesia.

Pulau kecil ini sangat indah, dengan bukit dan laguna pasir putihnya membentang di depan cotagges cottages yang seakan membius dengan pesona alamnya. Sebuah jembatan kayu menghubungkan antara dermaga, dengan dive centre dan sisi cottages sebelah depan dengan restaurant tepat di tengah pulau. Dari sana ada jalan mengarah atas bukit untuk menuju sisi cotagges di balik pulau.

Resor yang dikelola oleh pasangan dari Inggris ini memang menakjubkan. Disain struktur bangunan menggunakan bahan ( termasuk kayu ) yang ramah lingkungan dan menekan sedikit mungkin kerusakan alam. Butuh waktu 2 tahun untuk membangun, karena mereka konsisten memakai kayu kayu yang bukan dari hasil tebangan. Mereka membeli kayu dari pohon pohon yang rubuh atau mengumpulkan dari yang hanyut di laut lepas.
Pemakaian sabun yang mengandung antiseptik di haramkan selama berada di Misool Eco Resort. Ini karena limbah buangannya bisa membunuh kehidupan terumbu karang di sekitarnya. Mereka juga tidak menyediakan ikan ikan karang seperti kerapu kepada tamu tamunya karena tergolong ikan ikan langka.

Selain itu Misool Eco Resort melakukan kesepakatan dengan penduduk adat di sekitarnya untuk menjaga ekosistem terpadu yang disebut No Take Zone. Mereka menyewa wilayah seluas 425 km persegi di sekitar pulau Batbitim untuk melarang eksploatasi pengambilan apapun dari laut, termasuk memancing ikan, berburu kerang, telur penyu, sirip ikan hiu dan lain lain.
Patroli yang disebut Ranger Patrol secara rutin berputar menjaga dengan kapal boat di wilayah yang luas itu.
Barangkali yang membuat resor ini berbeda adalah, bagaimana melibatkan penduduk adat sekitarnya untuk mendapatkan keuntungan dari pengelolaan resort. Sebagian besar pegawai berasal dari kampung Yellu, pulau terdekat. Menaikan taraf hidup dan pemasukan mereka tanpa harus merusak alam.
Ada sekitar 60 dive site di sekitar Misool Eco Resort yang umumnya bisa dicapai antara 10 menit sampai 1 jam dari dermaga. Termasuk Fiabacet, Boo, Magic Mountain, Yilliet, and Gorgonian Passage yang luar biasa indahnya. Ini diluar beberapa tempat yang masih dieksplorasi lagi.
Bahkan di bawah dermaga resort, begitu banyak ikan ikan, batfish, black / white tips shark yang masih kecil sampai sweetlips dan sniper. Yang paling utama kita bisa melihat atraksi school of jack – seperti di tulamben, Bali – yang selalu berada di sana. Berputar meliuk liuk mengucapkan selamat datang kepada para tamu. Tak bosan bosannya saya melakukan penyelaman di sini, karena penyelaman di dermaga bebas , di luar paket menyelam keluar pulau.

Memang karakteristik penyelaman di seputar Misool agak berbeda dengan daerah utara seperti di Kri misalnya. Disini – walau ada – tetapi tak mudah menemukan mahluk kecil untuk macro photography. Umumnya memang obyek obyek wide shoot photography. Terumbu karang yang terhampar bagai permadani dan hutan sea fans di sana sini. Tentu saja dengan jumlah ikan ikan beraneka ragam yang begitu banyak.

Ini memang konskuensi dari kehidupan terumbu karang yang relatif sehat dan subur, seperti adagium No Corals life No fish. Ya, terumbu karang adalah rumah bagi hayati bawah laut. Sumber plankton bagi makanan ikan. Jika mereka dihancurkan, sudah semestinya tak ada ikan yang tinggal di sana.

Tak ada pesona bawah laut seindah di sini. No questions. berharap tidak ada yang akan berubah di Misool sampai akhir jaman. Kehidupan ini terlalu berharga untuk dihancurkan dengan alasan modernisasi.
Save Misool Island For Indonesia. Tentu saja, hal ini akan membuat semua orang yang pernah mengunjungi Misool akan kembali ke sini. Someday. Somehow.











Alur transportasi menuju Misool : Bila menggunakan pesawat udara, lebih dulu menuju Kota Sorong Setelah itu, dari Sorong perjalanan ke Waisai dilanjutkan dengan transportasi laut. Sarana yang tersedia adalah kapal cepat berkapasitas 10, 15 atau 30 orang. Dengan biaya sekitar Rp. 2-3 juta, Waisai dapat dijangkau dalam waktu 1,5 hingga 2 jam.

 
Design by Muhai Tabuni | Bloggerized by Muhay Tabuni - Pemuda Papua Blogger Themes | Muda Merdeka Papua Indonesia management