widget

Senin, 30 November 2015

Mengapa Mesjid dilarang di bangun di Manokwari-Papua, dan mengapa Gereja dilarang dibangun di Singkil-Aceh

Saya menganut agama Katolik. Sejak kecil, kami hidup berdampingan dengan sesama yang berasal dari suku Jawa dan beragama Islam. Kami adalah warga transmigrasi di kampung Bersehati, Erom I, kabupaten Merauke, Papua. Kampung ini mulai terbentuk sejak pertama kali kami datang, pada 9 September 1987. Saat itu hanya warga transmigrasi dari Nusa Tenggara Timur (NTT) dan beragama Katolik dan Protestan. Pada tahun 1990, transmigrasi gelombang kedua datang. Mereka berasal dari Jawa dan beragama Islam.  Bersebelahan dengan kampung kami, ada kampung penduduk asli. Nama kampung itu Senayu. Di kampung itu semua penduduknya beragama Katolik. Mereka adalah orang Marind yang sudah menganut agama Katolik sejak zaman misionaris.  Baik di kampung kami yang warganya menganut agama Katolik, Protestan dan Islam, maupun kampung orang asli Marind yang beragama Katolik, kami semua hidup rukun dan damai.
Saat Idul Fitri, orang-orang Katolik dan Protestan berkunjung ke rumah orang-orang muslim. Demikian halnya, saat Natal, orang-orang Islam berkunjung ke rumah warga nasrani. Suasana persaudaraan terjalin dengan baik, tanpa saling curiga.  Suasana persaudaraan di kampung Bersehati dan juga di kampung Senayu menjadi cermin bahwa manusia bisa hidup rukun dan damai di manapun berada, sejauh mau terbuka untuk menerima dan menghormati sesamanya yang berbeda. Kita bisa bayangkan bagaimana orang Nusa Tenggara Timur yang adalah fanatik Katolik bisa hidup berdampingan dengan orang Jawa yang fanatik Islam? Refleksi sederhana yang pernah diungkap oleh orang tua di kampung ini adalah, “Semua manusia sama. Apa lagi sama-sama datang untuk merantau demi hidup yang lebih baik.
Untuk mencapai hidup baik yang diimpikan manusia harus bersatu dan saling menghormati, tanpa melihat latar belakang yang berbeda.” Situasi harmonis di kampung Bersehati dan Senayu, berbeda dengan pengalaman di beberapa tempat di Indonesia yang umat manusianya saling melarang untuk mendirikan tempat ibadah. Misalnya, di Aceh Singkil orang Kristen dilarang mendirikan gereja. Alasannya belum ada IMB dan menghormati kearifan lokal. Demikian halnya, di Manokwari, tepatnya di kampung Andai, Manokwari Selatan, orang Kristen melarang umat Islam mendirikan masjid. Alasannya pembangunannya belum mengikuti aturan yang berlaku, harus menghargai kearifan lokal dan karakteristik Manokwari sebagai kota Injil.
 Ketika menyaksikan realitas sosial ini, muncul refleksi, “Mengapa umat Islam dan Kristen saling melarang untuk mendirikan rumah ibadah?” Allah macam apa yang disembah oleh kedua agama ini? Apakah Allah pencemburu? Apakah Allah pembalas dendam? Apakah Allah perusak? Atau Allah macam apa?  Mengapa atas nama kearifan lokal, nilai-nilai adat, nilai-nilai budaya dan nilai-nilai agama, kita saling membatasi satu sama lain? Mengapa kita melarang orang Islam mendirikan mesjid, yang adalah tempat untuk memuji Allah? Mengapa kita melarang orang Kristen mendirikan gereja, yang adalah tempat untuk memuji Allah? Apakah Allah kita menghendaki kita berbuat demikian? Setiap hari kita berdoa kepada Allah, tetapi pada saat bersamaan kita menghina sesama yang berbeda dengan kita. Padahal kita percaya bahwa kita semua berasal dari Pencipta, Allah yang sama. Kita yakin bahwa hanya ada satu Allah yang kita sebut dengan berbagai nama, sesuai refleksi iman kita masing-masing, tetapi mengapa kita melarang sesama kita yang memuji Allah dengan caranya dan imannya untuk mendirikan rumah ibadah?  Kita mengatakan bahwa Allah itu pengasih, pengampun, panjang sabar dan segala kebaikan berasal dari Allah, tetapi mengapa kita justru menghina Allah dengan sikap kita yang membatasi sesama untuk beribadah? Kita melarang sesama yang berbeda agama dengan kita untuk mendirikan rumah ibadah, apa untungnya dari sikap seperti ini? Apakah Allah menyuruh kita melakukannya? Mengapa kita takut terhadap perbedaan? Mengapa kita merasa terancam tatkala hidup bersama dengan sesama yang berbeda agama dengan kita?  Kita memiliki pendidikan tinggi. Para pastor, pendeta, uztad, imam mesjid dan pemuka agama lainnya memiliki pendidikan tinggi. Mereka dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan, tetapi seringkali berpikiran sempit. Para pemuka agama ini seringkali memberikan indoktrinasi agama yang keliru kepada umat. Fanatisme sempit dalam agama-agama lahir karena adanya proses pendidikan yang keliru, yang ditabur sejak dalam rahim ibu. Umat menjadi fanatik karena model dakwah dan khotbah serta pendidikan agama yang mereka terima salah dan keliru serta jauh dari nilai-nilai hakiki agama.  Seringkali pendidikan agama yang semestinya memberikan pencerahan justru menjadi ajang indoktrinasi yang menjurus ke fanatisme sempit.
Pendidikan agama seringkali tidak memberikan ruang bagi para peserta didik merefleksi imannya dalam realitas hidup sehari-hari, tetapi menjadi tempat indoktrinasi bahwa agama lain, di luar agama yang kita anut tidak baik. Pendidikan agama yang keliru selama puluhan tahun ini telah menjadi fondasi kebencian atas nama agama yang saat ini sedang marak terjadi di Indonesia.
Menyaksikan semua ini, saya sangat sedih. Saya ingat almarhum bapa saya, Karolus Kowan Jilung, yang hanya kelas 3 SR tetapi memberikan teladan toleransi yang sangat tinggi kepada kami. Beliau seorang petani sederhana, pendiam dan rajin bekerja. Setiap pukul 18.00 dia setia mendengarkan suara adzan di radio. Dia juga suka sekali mendengarkan lantunan lagu-lagu qasidah yang biasa diputar sebelum dan sesudah adzan. Dia bilang, “Suara adzan merdu. Mereka berdoa kepada Allah. Saya turut merasakan kehadiran Allah.”  Kalau seorang petani sederhana, yang pendidikannya hanya kelas 3 SR bisa berefleksi seperti ini mengapa kita yang memiliki pendidikan tinggi justru meredusir nilai-nilai universal manusia demi kepentingan diri sendiri? Mengapa kita takut mengakui bahwa Allah yang disembah sesama yang beragama lain juga adalah Allah kita? Mengapa kita bersikukuh bahwa hanya Allah kita saja yang benar? Mengapa kita mengklaim bahwa keselamatan itu hanya ada pada Allah kita? Mengapa kita mengklaim bahwa keselamatan itu hanya ada pada agama kita? Apakah benar seperti itu?  Melalui refleksi ini, saya mau mengajak segenap umat manusia untuk saling menerima, saling menghormati dan saling memberikan ruang untuk berdialog.
Kita mesti membangun budaya berbagi pengalaman tentang refleksi iman kita untuk saling menguatkan bukan untuk saling menjatuhkan. Kita harus memberikan teladan saling menerima dan menghormati keragaman kepada anak-anak kita. Proses ini harus dimulai dari dalam diri sendiri dan dari keluarga-keluarga.  Peristiwa Aceh Singkil dan Andai, Manokwari adalah cermin bahwa manusia sedang meredusir nilai-nilai universal martabat manusia. Manusia mengklaim dirinya sebagai yang paling baik dan sesamanya adalah buruk. Manusia mengklaim bahwa agama yang dianut sesamanya tidak baik. Manusia mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang memberikan keselamatan. Klaim kebenaran semacam ini membuat manusia menderita lahir dan batin. Kita harus menghentikan klaim-klaim negatif yang menyengsarakan hidup manusia ini.  Kita harus saling menerima dan menghormati sesama kita yang berbeda adat, budaya dan agama. Manusia, apa pun latar belakangnya tetap manusia. Kita semua berasal dari Pencipta yang sama, yang kita sebut dengan berbagai nama. Kalau kita menghina sesama kita, sama saja kita menghina Pencipta kita. Kalau kita melarang sesama untuk mendirikan rumah ibadah, maka kita tidak lagi mengakui Allah yang kita imani.
Saya yakin agama kita mengajarkan kebaikan, bukan sebaliknya. Kita harus kembali kepada nilai-nilai hakiki agama kita, cinta kasih, pengampunan, saling menerima dan menghormati. Kita harus hidup berdampingan, tanpa saling curiga dan prasangka buruk. Itulah jalan menuju perdamaian sesungguhnya. Kalau kita sudah hidup damai dengan sesama, saling menerima dan menghormati, tanpa prasangka, maka tidak ada lagi persoalan dalam mendirikan rumah ibadah dan lain sebagainya.

Selasa, 24 November 2015

PT.Freeport wewenang siapa ?

Jayapura-Sudah beberapa pekan terakhir media dihiasi berita kemelut PT. Freeport Indonesia (PTFI) yang berada di Timika Papua. Tak sedikit pula buah pikiran yang disumbangkan untuk memecahkan masalah ini, terkait Ijin Kontrak yang sudah melebihi batas serta adanya upaya perpanjangan melalui lobby-lobby dari pihak PTFI sendiri memicu timbulnya pro dan kontra yang bersifat kompleks. Baik dari ranah politik dan keamanan hingga kesenjangan sosial bagi sebagian daerah di Indonesia.

Hal ini juga menjadi sasaran empuk bagi oknum yang menginginkan kericuhan di beberapa wilayah, Seperti pernyataan Viktor Yeimo (Tokoh KNPB) yang memanfaatkan situasi saat ini dikaitkan dengan PTFI. Dalam Undang-undang sendiri sudah diatur tentang pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan Mineral bahwa pemerintah memiliki kuasa dalam pengelolaannya guna memenuhi mebutuhan ekonomi dan pembangunan. Sudah barang tentu ada tim atau badan yang membidangi pengawasan & kontrol akan hal ini.

Merujuk pada situasi di Papua sendiri telah lama aksi-aksi negatif terjadi di berbagai titik, aksi-aksi ini kebanyakan dimotori oleh gerakan yang menamakan dirinya KNPB (Komite Nasional Papua Barat) dengan ketua umumnya Viktor Yeimo (VY). Di wilyah Jayapura-Sentani dan sekitarnya, VY dikenal sebagai tokoh Kriminal baik itu dari sisi poitik dan Aksi anarkis. Beberapa waktu yang lalu VY dilaporkan warga atas perbuatan percobaan asusila dan penculikan di wilayah Sentani-Papua.

Menurut pengamat sosial Wilayah Papua Agus Ohee yang kami hubungi via telepon mengatakan bahwa "Papua itu tidak usah lagi dikait-kaitkan dengan Referendum dan Merdeka, sebab Papua ini sedah Merdeka sejak lama dan itu sudah menjadi keputusan mutlak Pemerintah dan para leluhur kita sebagai Orang Asli Papua (OAP). jika kita bandingkan Papua dulu dan sekarang itu ibarat langit dan bumi. sudah banyak kemajuan, Pembangunan dan Kebijakan yang diberikan Pemerintah untuk Papua. kalau ada orang yang mau Provokasi mengatasnamakan Papua, suruh dia mati dulu dan minta ijin pada leluhur yang turut berjuang memerdekakan Papua dalam Indonesia" tegasnya.

Beberapa saat yang lalu pula sempat ada tuntutan dari KNPB kepada Pemerintah agar memberikan ijin Wartawan Asing untuk masuk dan meliput kondisi di Papua tentang kondisi saat ini. Mereka Kaget dan memberikan apresiasi luarbiasa atas kemajuan dan modernisasi yang berkembang pesat di Papua. Sebenarnya dari awal juga tidak ada larangan bagi Warga Negara Asing (WNA) untuk masuk dan berkunjung ke Indonesia selama mematuhi aturan yang berlaku. Pada intinya tidak ada alasan untuk mengkait-kaitkan masalah PTFI yang sedang terjadi dengan Referendum.
(Red.MT)

Senin, 07 September 2015

Akhir dari Popularitas Viktor Yeimo (Ketua KNPB)


Babak baru dari Kasus penculikan anak perempuan yang dilakukan oleh Viktor Yeimo (VY) /Ketua Pusat Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang terjadi beberapa waktu yang lalu 28/8/2015 berbuntut pada fase yang semakin rumit. Selain harus memenuhi tuntutan dari ibu korban untuk membayar denda sebesar Rp. 25.000.000,- dalam waktu 2 minggu atau batas waktu sampai dengan tanggal 10 September 2015.

Disamping itu VY juga mendapat gunjingan dari berbagai pihak atas kejadian tersebut, terutama dari simpatisan KNPB yang sebelumnya menganggap VY adalah sosok pemimpin bertanggung jawab dan memiliki karakter yang tepat. Namun semua itu menjadi Boomerang bagi VY sehingga meruntuhkan kepercayaan serta dukungan dari simpatisannya. Seperti yang di kemukakan salah satu anggota kelompok KNPB yang kami temui di salah satu tempat daerah Abepura - Papua beberapa saat yang lalu, Ia mengemukakan bahwa hal ini tidak bisa dibiarkan terus berlanjut. Apapun yang terjadi Ketua KNPB harus diganti secepatnya, jangan biarkan orang yang memiliki watak dan prilaku buruk tak beretika menjadi Ketua KNPB. Ini bukan Komite biasa, kami semua berjuang, jangan sampai perjuangan ini rusak hanya gara-gara ketuanya sering bertindak ceroboh, Tegasnya"

Bob Kobogau (anggota KNPB)
Sementara itu di tempat yang berbeda kami juga sempat menemui ibu Anita Kanelak selaku keluarga korban. Beliau menyampaikan bahwa VY belum membayar sepeserpun dari tuntutan yang kami layangkan bersama surat pernyataan kemarin. Saya minta kepada bapak polisi untuk mendampingi kami agar VY tidak macam-macam. Masalah alasan VY yang berdalih membawa anak saya karena sama-sama suka, saya selaku keluarga sekaligus ibu kandungnya tetap tidak terima bagaimanapun caranya. Kita orang Papua punya adat dan harga diri, Jangan karena dia punya kekayaan dan kuasa bisa seenaknya terhadap keluarga kami. Kami akan tuntut jalannya proses hukum ini meskipun sampai di pengadilan. (red.MT)

Jumat, 28 Agustus 2015

KETUA KNPB (VICTOR YEIMO) MENCULIK ANAK PEREMPUAN

Jayapura- 28 Agustus 2015, Bandar Udara Sentani pukul 7.00 waktu setempat, dihebohkan oleh kerumunan warga di Mapolsek KP3 Bandara Sentani. Setelah tim redaksi kami menanyakan kepada salah satu warga yang enggan di sebutkan namanya menjelaskan bahwa seorang perempuan bernama Ibu Anita Kanelak (46Th) mengadukan laporan bahwa Victor Yeimo (Ketua KNPB Pusat) yang telah membawa lari anak perempuannya. Sungguh perbuatan yang tak memiliki etika dan norma imbuhnya"

Sementara keterangan yang kami dapat dari pihak KP3 Bandara sentani menyebutkan bahwa kronologi kejadian berawal saat putri dari Ibu Anita Kanelak yang akan berangkat menuju Membramo dibawa lari oleh Victor Yeimo. Pihak KP3 kemudian melaksanakan pertemuan antara Victor Yeimo dengan pihak Ibu Anita Kanelak di kantor KP3 Bandra Sentani untuk menyelesaikan masalah ini.

Hasil dari pertemuan tersebut masih di tangguhkan oleh pihak keluarga Ibu Anita Kanelak karena cara yang dilakukan oleh Sdr. Victor Yeimo tidak sesuai dengan norma dan aturan. Kedua belah pihak akan menyelesaikan masalah tersebut secara adat dan kekeluargaan. Kami hanya sebagai mediasi saja karena itu adalah tugas kami Pungkasnya"

Dari kejadian tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa seorang Victor Yeimo yang di agung-agungkan sebagai Ketua KNPB Pusat adalah seorang yang tak bermoral dan tak pantas menjadi panutan sebagai pemimpin. Faktanya kenapa pada saat pertemuan yang dilaksanakan oleh pihak KP3 tidak dihadirkan pula anak dari Ibu Anita? 2 kemungkinan, antara memang benar2 diculik atau ada modus lainnya. Red(MT)

Kamis, 06 Agustus 2015

WARNA-WARNI AGUSTUS DI PAPUA

Papua_http, Sebagai bagian wilayah Republik Indonesia (RI) tentunya telah menjadi kewajiban bagi Provinsi terbesar di Indonesia ini turut merayakan peringatan hari kemerdekaan yang beberapa hari lagi akan kita jelang. Sudah barang tentu segala sesuatunya telah dipersiapkan oleh pemerintah daerah setempat beserta berbagai instansi lainnya bahkan seluruh lapisan masyarakat Provinsi Papua dan Papua Barat.

Di usia yang ke-70 ini berbagai kegiatan telah dilaksanakan untuk menyambut HUT RI (Hari Ulang Tahun Republik Indonesia) kali ini. mulai dari hal yang kecil seperti pengecatan kembali fasilitas umum baik di kawasan kota, pinggiran dan pedalaman, Lomba-lomba, hingga pelaksanaan Upacara 17 Agustus nanti. Salah satu contoh kegiatan yang saat ini sedang dilaksanakan di kawasan Jayapura adalah Festival Teluk Humbold 2015 yang berletak di kawasan Hamadi, Jayapura Selatan. Pada perayaan tersebut tersaji berbagai macam jenis kesenian dan budaya khas daerah setempat dan sekitar seperti tarian, makanan dan cinderamata yang merupakan icon dan warisan budaya.

FTH 2015
Pagelaran Festival tersebut dimaksudkan untuk menggaungkan Kebudayaan Papua di kancah Nasional maupun Internasional sebagai bentuk kepedulian terhadap kekayaan budaya Indonesia.
Tidak hanya berhenti disitu saja, Event besar lainnya yang akan dilaksanakan adalah "Colour Run" yang akan digelar beberapa hari kedepan.

Colour Run

Kegiatan ini menyedot antusias muda-mudi di kawasan Jayapura dan sekitarnya serta memperkuat animo masyarakat untuk senantiasa berolahraga dan menjaga pola hidup sehat.

Namun dari semua rangkaian kegiatan yang direncanakan, ada salah satu kegiatan Spektakuler yang disiapkan khusus untuk menyambut Hari Kemerdekaan tahun ini, yaitu Penancapan dan Pengibaran Sang Saka Merah Putih di Puncak Cartensz yang akan dilakukan dua kali. Kegiatan pertama akan digelar pada 11 Agustus 2015 dan kedua pada 17 Agustus 2015.

Carstensz Pyramid
 Dari seluruh rangkaian kegiatan yang diselenggarakan dalam menyambut Hari Kemerdekaan tahun ini menunjukkan bahwa kecintaan Papua serta jiwa nasionalisme terhadap bangsa ini sangatlah besar dan tak usah diragukan lagi ini akan menjadi momentum yang akan mengantarkan kita menuju Indonesia Emas.
Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-70. Semoga semakin kokoh dan menjadi Bangsa yang Besar, Disegani, Ditakuti dan di Hormati di mata Internasional.

Red. Muhai_Tabuni

Senin, 01 Juni 2015

Ini Kata Muhay, Anggota DPR Asli Papua Tentang Ancaman OPM

Yudi Kotouki - Anggota DPR RI Fraksi PKS
Jakarta. Anggota Legislatif Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI dari dapil Papua, Muhammad Yudi Kotouky, meminta aparat TNI/ Polri tidak perlu menanggapi serius tantangan perang dari kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Puron Wenda dan Enden Wanimbo beberapa hari kemarin. Hal itu dikarenakan pendekatan persuasif, humanis, dan religius lebih efektif untuk menekan konflik dan kekerasan di bumi cenderawasih tersebut
“Menurut saya hal tersebut tidak perlu terlalu ditanggapi, aparat TNI/ Polri tidak perlu terpancing. Lakukan saja dengan pendekatan yang persuasif, humanis, dan religius. Lakukanlah dialog dan komunikasi yang komprehensif (menyeluruh) dan solutif bagi Papua,” ujar legislator yang menduduki kursi di Komisi II Bidang Pemerintahan, Otonomi Daerah, Aparatur Negara, Agraria, dan Komisi Pemilihan Umum tersebut.
Berdasarkan siaran pers yang diterima redaksi papuahttp, Minggu (31/5), pria yang akrab disapa Muhay itu menegaskan bahwa pernyataannya sebagai bentuk kepedulian terhadap tanah kelahirannya karena adanya ancaman perang terbuka dari kelompok separatis yang bermarkas di Lany Jaya, Papua, tersebut. Muhay menambahkan, meskipun OPM mengakui sudah menyiapkan persenjataan, namun pemerintah tetap harus meninggalkan pendekatan militer atau cara-cara lama dalam menghadapi Papua
“Sebaliknya, pendekatan dialog dalam meredam gejolak masyarakat harus dikedepankan. Selain itu, penegakan hukum, sosial, pembangunan ekonomi, pendidikan, infrastruktur, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, harus ditingkatkan,” tambahnya.
Sebagai putra daerah, dirinya ingin hukum ditegakkan setinggi-tingginya kepada setiap pelanggaran yang ada di Papua. Tidak hanya untuk masyarakat, tapi juga untuk pihak keamanan yang selama ini sering terjadi. Hal itu agar tidak ada lagi konflik dan kekerasan di tanah Papua
“Kita sebagai sesama anak bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus melakukan berbagai upaya agar tidak terjadi lagi konflik dan kekerasan di bumi Papua tercinta,” tegasnya
Pendiri Pondok Pesantren Asy-Syafi’iyah Nabire, Papua, ini menjelaskan, dirinya ingin meluruskan opini yang berkembang di masyarakat bahwa pihaknya menyarankan TNI/Polri untuk menumpas OPM. Hal tersebut tidaklah benar. Sebaliknya, Muhay ingin menghadirkan dialog-dialog yang persuasif, humanis, dan religius
“Apabila konflik Papua mau diselesaikan secara permanen, pemerintah harus merangkul semua elemen dan pemangku kepentingan agar secara bersama-sama mencari solusi yang komprehensif,” ujarnya
Keterlibatan semua pemangku kepentingan tersebut, tambah Muhay, harus berada dalam suatu mekanisme yang bertujuan untuk menghadirkan solusi komprehensif
“Dengan demikian, solusi komprehensif untuk Papua secara bersama dirumuskan, serta diterima semua pemangku kepentingan,” tutupnya.


                                                                                                                            *Red Muhay_Tabuni

Kamis, 29 Januari 2015

3 Anggota KNPB berhasil masuk perangkap Tim Gabungan TNI-Polri di Jayapura




JAYAPURA, papua_http.blogspot.com – Tim Gabungan TNI-Polri mengamankan 3 orang yang diduga jaringan kelompok kriminal bersenjata saat hendak melakukan transaksi jual beli amunisi di sejumlah tempat di Kota Jayapura, Rabu (28/1/2015). 

Dalam penangkapan tersebut, tim gabungan TNI-Polri mengamankan barang bukti 500 butir amunisi kaliber 5,56 milimeter, uang tunai senilai Rp 1.353.000 dan beberapa barang lainnya. 

Dari pantauan di Mapolda Papua, tiga orang yang tertangkap dalam penggerebekan tersebut antara lain AJ (29), FK (20) dan RW (27) digiring aparat bersenjata lengkap dengan pengawalan Provos TNI AD, ke gedung Direskrim Umum Polda Papua. 

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Papua Kombes Pol Patrige Renwarin mengatakan, penggerebekan 3 anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) militan saat transaksi jual beli amunisi di PTC Entrop, Entrop, Distrik Jayapura Selatan dari pengembangan tertangkapnya 3 orang pengikut Purom Wenda di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Sabtu (24/1/2015). 

“Penangkapan ini dari pengembangan kasus 3 anggota Purom Wenda yang tertangkap di Wamena. Saat ini ketiga anggota KNPB militan masih diperiksa tim Direktoran Reskrim Polda Papua,” jelas Patrige saat ditemui di Mapolda Papua, Rabu (28/1/2015). 

Umpan 
Menurut sumber redaksi papua_http, penggerebekan transaksi amunisi di PTC Entrop dilakukan sekitar pukul 11.45 WIT ketika tim gabungan TNI-Polri mengamankan 3 anggota KNPB militan dengan seorang oknum anggota TNI AD, Serma S sedang melakukan transaksi amunisi dalam sebuah mobil. Ketiga tersangka langsung diamankan ke Mapolda Papua untuk pemeriksaan lebih lanjut. Sementara Serma S diamankan ke Mapomdam XVII Cenderawasih. 

Terkait keterlibatan oknum anggota TNI dibantah Patrige. Menurut Patrige, dalam penangkapan tersebut, hanya 3 orang yang ditangkap dan tidak ada barang bukti yang diamankan. 

Panglima Kodam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Fransen Siahaan yang dihubungi wartawan melalui telepon selulernya mengatakan, Serma S yang diamankan dalam penggerebekan siang tadi hanya sebagai umpan karena yang bersangkutan mengenal orang yang diamankan tersebut. 

“Jadi Serma S hanya sebagai umpan karena yang bersangkutan mengenal ketiga orang yang ditahan berdasarkan pengembangan pemeriksaan tiga orang anggota kelompok bersenjata di Wamena. Tidak ada transaksi amunisi dalam penggerebekan tersebut,” jelas Fransen.

*Red : Muhai_Tabuni

 
Design by Muhai Tabuni | Bloggerized by Muhay Tabuni - Pemuda Papua Blogger Themes | Muda Merdeka Papua Indonesia management