widget

Senin, 21 Maret 2016

Oknum TNI Diduga Melakukan Penganiayaan Warga di Distrik Mugi

Terkait pemberitaan media massa di salah satu surat kabar harian Cenderawasih Pos Edisi Senin, 21 Maret 2016, yang berisi tentang “Dugaan kekerasan yang dilakukan oknum TNI terhadap Warga Distrik Mugi”  yang memberitakan adanya laporan warga sekitar kepada Sekretaris Komisi A DPRD Kab. Nduga Leri Gwijangge bahwa terjadi tindak kekerasan yang dilakukan Oknum TNI yang sedang melaksanakan pengerjaan pembangunan jalan Trans Pegunungan Tengah Mumugu – Nduga – Wamena (19/3). Terdapat indikasi sepekulasi yang dilakukan oleh tokoh intelektual Papua yang menginginkan terjadinya cipta kondisi, yang menyudutkan pihak TNI untuk menghentikan pembangunan jalan Trans Papua.
Disamping itu laporan adanya penganiayaan di distrik Mugi kepada Leri kurang jelas karena tidak adanya bukti dan siapa yang melakukan. Ditambah lagi pernyataan Kapendam XVII/Cen Kolonel Inf Teguh Pudji R. saat diklarifikasi via telepon bahwa tidak ada laporan adanya penganiayaan disana dan hal tersebut juga sudah di konfirmasikan kepada Danki Satgas Pam Pembangunan jalan Trans Wamena Nduga bahwa sudah 1 minggu Satgas tidak pernah bertemu dengan masyarakat. Posisi pengerjaan pembangunan jalan juga jaraknya jauh dari pemukiman masyarakat.
Hal ini juga menyikap terdapat adanya unsur kesengajaan dan pemaksaan opini yang diciptakan untuk tetap menyalahkan dan menyudutkan aparat dalam hal ini TNI AD, sehingga timbul kesan pembenaran bahwa yang melakukan penembakan dan kekerasan di Sinak adalah Aparat/TNI AD seperti pernyataan Socratez Sofyan Yoman ketua umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua. Dalam pernyataannya ia menyebut Aparat keamanan sebagai otak dalam peristiwa penembakan 4 warga sipil karyawan PT. Modern beberapa waktu lalu.
Namun pernyataan tersebut ditepis oleh juru bicara TPN OPM Sebby Sambom melalui e-mail ke redaksi Wartaplus (17/3) bahwa mereka bertanggung jawab atas kejadian penembakan di Sinak (15/3) lalu. Hal ini sontak mencoreng muka Socrates dengan pernyataannya tersebut. Ada kemungkinan besar semua ini buntut dari kekecewaan Socratez atas pernyataan Sebby Sambom tersebut.
Jika kita sadari bersama bahwa kekerasan dan politik yang terjadi di Papua hanya akan menimbulkan keterbelakangan di semua bidang, hal ini dikarenakan sulitnya akses masuk menuju pedalaman sehingga sulit untuk mendistribusikan baik itu infrastruktur maupun jasa seperti pendidikan dan kesehatan yang merupakan kebutuhan utama masyarakat Papua terutama di daerah pedalaman.
Kalaupun memang ada dan benar terjadi penganiayaan seperti yang disampaikan Leri Gwijangge diatas, maka ada indikasi yang melakukan adalah dari pihak OPM itu sendiri dengan menggunakan seragam loreng tentara, karena tidak sulit bagi mereka untuk bisa mendapatkan seragam loreng seperti yang dimiliki oleh TNI, hal ini bisa dipastikan tujuannya adalah untuk membuat citra Aparat khususnya TNI AD tetap buruk di mata masyarakat Papua. Kolonel Teguh juga menambahkan “TNI saat ini sudah mengikuti pola operasi dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan sesuai arahan dari Presiden Joko Widodo. Wujud dari kegiatan itu lebih dititikberatkan untuk membantu pemerintah daerah,” pungkasnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Muhai Tabuni | Bloggerized by Muhay Tabuni - Pemuda Papua Blogger Themes | Muda Merdeka Papua Indonesia management