Terkait pemberitaan media
tentang peresmian kantor United Liberation Movement for West Papua (ULMWP),
Senin (15/2) di Wamena beberapa hari lalu, banyak kejanggalan yang terjadi jika
kita mau cermati secara seksama.
ULMWP sendiri sebenarnya
adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang didirikan di Vanuatu dan didirikan untuk
mewakili orang Papua yang tinggal di luar Indonesia, seperti dikatakan Perdana
Menteri Papua Nugini (PNG) Peter O’Neill, yang dilansir tempo.co pada 26 Juni
2015, menyatakan bahwa sebuah organisasi Papua Barat yang bernama ULMWP diberi
status pengamat dalam KTT MSG dan
mewakili orang Papua yang tinggal di luar Indonesia. (sumber)
Status sebagai pengamat ini juga ditegaskan oleh juru
bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia
Arrmanatha Natsir. Menurut Arrmanatha, status ULMWP sebagai “observer”
(pengamat) dalam Kelompok Negara-negara Melanesia atau Melanesian Spearhead Group (MSG) tidak dapat berubah menjadi status anggota karena ULMWP
hanya sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM). (sumber)
Pihak keamanan sendiri dalam hal ini Polres Jayawijaya saat dimintai konfirmasi mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan izin kepada mereka untuk
mengadakan acara tersebut, informasi yang kami terima saat ini adalah
permintaan izin untuk melakukan pembukaan kantor Dewan Adat Papua (DAP).
Hal ini juga dikuatkan oleh
pernyataan Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Teguh Puji Rahardjo yang menyatakan
peresmian kantor Gerakan Pembebasan Papua merupakan bentuk pengelabuan sejumlah
oknum terhadap masyarakat Wamena yang sebelumnya berniat meresmikan kantor DAP.
Peresmian yang dikabarkan dihadiri oleh sekitar
5000-an orang itu juga tidak dibenarkan, pasalnya gedung tempat berlangsungnya
acara hanya berkapasitas tak lebih dari 200 orang.
Beberapa masyarakat yang mengikuti
acara tersebut juga merasa tertipu dengan oknum-oknum yang diduga kuat telah
menunggangi kepentingan masyarakat Wamena yang pada awalnya adalah ingin
mendirikan kantor DAP. “Sa tra tau apa itu ULMWP,
yang sa tau kemarin itu kita melaksanakan ibadah syukur untuk pembukaan kantor
DAP, agar aspirasi kita dapat didengar oleh pemerintah pusat,” kata Simon Pakage saat menyampaikan kekecewaannya.
Sementara seorang tokoh
Papua yang enggan disebutkan namanya mengatakan
pada kami, pertemuan itu dilakukan tertutup dan terbatas di kantor
DAP, sehingga tidak mungkin sampai ribuan orang hadir. Mereka lalu menyebarkan
kabar kegiatan tersebut untuk kepentingan propaganda kelompoknya untuk
membuat kesan seolah-olah intelijen kecolongan. "Makin dikasih ruang,
makin senang mereka," ujar tokoh Papua itu. Seperti yang diberitakan
news.liputan6.com
(sumber)
Courtesy of: Papua-Satu
0 komentar:
Posting Komentar