Jurnalis Perancis yang tertangkap di Wamena 7 Agustus 2014 (foto:tabloidjubi.com) |
Papua_http :Sejumlah aktivis ditangkap pada Senin (13/10/2014) saat sedang berunjuk rasa di Kota Jayapura, Papua. Kapolres Kota Jayapura AKPB Alfred Papare mengatakan, penangkapan dilakukan karena unjuk rasa itu tak memiliki izin.
“Mereka
masih dimintai keterangan. Hingga saat ini dari belasan orang tersebut
tak ada yang bersedia menjawab pertanyaan penyidik. Kami akan terus
kembangkan,” kata Kapolresta Jayapura sebagaimana dikutip
www.liputan6.com kemarin.
Para
pengunjuk rasa adalah para aktivis politik Papua merdeka dari
organisasi yang mereka sebut KNPB (Komite Nasional Papua Barat)
berjumlah sekitar 17 orang. Aksi unjuk rasa dilakukan terkait masih
ditahannya dua jurnalis asal Perancis yang ditangkap di Wamena 7 Agustus
2014 lalu dan hingga saat ini masih berada dalam tanahan Polda Papua
dalam rangka menjalani proses hukum. Kedua jurnalis itu adalah Thomas Charles Tendies (40) yang bekerja di ARTE Televisi Perancis dan Louise MarieValentine Burort yang bekerja di Media Online Perancis.
Keduanya ditangkap aparat Polres Jayawijaya karena menyalahgunakan visa
turis untuk melakukan pekerjaan jurnalistik di wilayah Papua. Para
pengunjuk rasa menuntut agar dua jurnalis asing segera dibebaskan.
Itulah fakta yang terjadi di Papua sehari yang lalu. Tapi peristiwa penangkapan itu menimbulkan gaung luar biasa di luar sana. Ia telah menghiasi sejumlah situs berita media asing seperti website Radio New Zealand (www.radionz.co.nz), Pacific.scoop.co.nz, world.einnews.com, workersbushtelegraph.com.au, pidp.eastwestcenter.org, awpasydneynews.blogspot.com, dan entah website apalagi.
Kaca mata Media dan Aktivis
Mari kita simak isi berita versi liputan6.com di atas. Faktanya adalah: (1) ada aksi demonstrasi; (2) demo itu menuntut pembebasan dua jurnalis Perancis yang ditahan Polda Papua; (3) Karena demo itu tidak mengantongi ijin dari aparat keamanan maka demo itu dibubarkan dan sejumlah pengunjuk rasa digiring ke Mapolres Jayapura untuk dimintai keterangan.
Mana yang paling substansi dari rangkaian peristiwa tersebut: aksi demonstrasikah? Pembubaran dan penangkapan oleh polisikah? ataukah tuntutan yang disampaikan dalam aksi demo itu? Jawabannya tergantung dari sisi mana kita melihat.
Dari kacamata media, prinsipnya jelas : bad news is good news. Apalagi tuntutan dalam aksi demonstrasi itu terkait erat dengan upaya membebaskan jurnalis yang ditahan. Bagi media, memberitakan aksi demonstrasi tersebut sekaligus sebagai aksi solidaritas mereka bagi rekan-rekan seprofesi yang sedang ditahan. Soal apakah para pelaku aksi demo itu punya kepentingan lain, itu nomor dua. Yang jelas keinginan para jurnalis agar kedua jurnalis itu dibebaskan, murni datang dari dorongonan solidaritas yang mulia.
Lain lagi kaca mata para aktivis. Pembubaran dan penangkapan oleh polisi itulah yang ditunggu-tunggu. Apa yang dituntut dalam aksi demo juga penting bagi mereka karena nilainya sama-sama strategis dengan pembubaran dan penangkapan pelaku demo. Nilai strategisnya terletak pada pesan bisa disampaikan ke publik, bahkan ke dunia internasional, yaitu adanya pembungkaman demokrasi di Papua. Sementara alasan mengapa polisi membubarkan aksi demo, menangkap para pelaku aksi demo maupun penahanan terhadap kedua jurnalis itu tidaklah penting, bahkan “harus” diabaikan.
Kaca mata Polisi
Sedangkan dari kaca mata Polisi, justru apa yang dinomor-duakan dan yang “harus” diabaikan itu, itulah yang paling penting. Mengapa? Karena itulah tugas mereka dan untuk itulah mereka digaji oleh rakyat.
Dengan membuang jauh-jauh keinginan untuk menyalahkan salah satu pihak, sebuah pertanyaan kritis patut dilayangkan guna mensikapi peristiwa di atas, adalah kepada siapa kita mesti berpihak?
Pertanyaan itu hanya bisa dijawab jika kita punya pegangan yang sama, yakni melihat persoalan secara obyektif atau mendudukan permasalahan pada tempat yang semestinya.
Memang soal
identitas kewartawanan keduanya sudah diklarifikasi oleh Pemerintah
Perancis, tetapi toh, pelanggaran sudah terjadi sehingga keduanya harus
menjalani proses hukum. Status hukum mereka saat ini adalah sudah
ditetapkan sebagai Tersangka. Melalui kuasa hukumnya Aristo Pangaribuan,
kedua jurnalis itu sudah meminta maaf secara tertulis kepada Pemerintah
Indonesia dan berjanji tidak menggunakan informasi apapun yang mereka
peroleh di Papua yang berbau propaganda.
Demikianpun
pembubaran dan penangkapan terhadap para aktivis papua itu, juga ada
dasarnya yaitu UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum. Dalam undang-undang tersebut memuat pula tata
cara pemberitahuan kegiatan secara tertulis kepada Polri setempat
selambat-lambatnya 3×24 jam sebelum kegiatan diadakan. Filosofi dari
pemberitahuan tersebut semata-mata agar para pelaku aksi unjuk rasa
mendapatkan perlindungan keamanan dari Polri serta tidak mengganggu
ketertiban umum.
Barangkali
benar versi para aktivis KNPB itu bahwa mereka sudah menyampaikan
pemberitahuan tertulis kepada Polisi. Tetapi yang pasti Polisi punya
catatan sendiri tentang KNPB atas aksi unjuk rasa yang mereka lakukan
tanggal 26 November 2013 lalu.
Seorang tukang ojek, Syamsul Muarif tewas terkena tusukan benda tajam
para pendemo, dan sejumlah orang luka-luka. http://bintangpapua.com/index.php/lain-lain/k2-information/halaman-utama/item/11150-korban-demo-rusuh-knpb-meninggal
16 Oktober 2013 dalam aksi demo KNPB di Yahukimo, satu orang tewas, dua kritis. http://papuapost.com/2013/10/demo-knpb-di-yahukimo-1-tewas-dan-2-kritis/
4 Juni 2012
dalam aksi demo KNPB di Waena, 6 orang luka-luka dan 1 orang pendemo
tewas diduga akibat terinjak-injak oleh kelompok massa yang berhamburan
ketika dibubarkan aparat. http://www.tribunnews.com/regional/2012/06/05/polisi-amankan-43-massa-knpb-soal-demo-papua-merdeka
Nah, dari
fakta-fakta yang terungkap, saya berani menyimpulkan bahwa para aktivis
papua merdeka yang tergabung dalam KNPB sedang ‘memanfaatkan’ isu
penangkapan dan penahanan jurnalis Perancis tersebut untuk kepentingan
eksistensi organisasi mereka. Seringnya aksi-aksi demo KNPB yang
berakhir anarkis dengan sendirinya telah membatasi ruang gerak mereka.
Isu penahanan kedua jurnalis Perancis itu hanya semacam ‘tameng’ untuk
melindungi kepentingan politik organisasi sayap politik OPM ini. Semoga
para jurnalis kita tidak terjebak
Sumber : Tabloidjubi, Bintang Papua, Papuapost, Tribunnews
Penulis : Tinus_Warobay
0 komentar:
Posting Komentar